What is the translation of " PLOTINUS " in Indonesian?

• plotinus
• plotinos

Examples of using Plotinus in English and their translations into Indonesian

Plotinus(204-269) was born in Lycopolis in Egypt.
PLOTINOS( 205- 270) Plotinos dilahirkan pada tahun 205 di Lykopolis di mesir.

According to his student Porphyry, Plotinus stated that he had this experience of God four times.
Menurut pengakuan Porfirius, murid Plotinos, bahwa ia pernah empat kali menyaksikan gurunya mengalami kondisi Ekstase tersebut.

It is present in ancient religions like Buddhism, and also in idealist philosophies like that of Pythagoras, Plato and Plotinus.
Ia hadir dalam agama-agama kuno seperti Buddhisme, dan juga dalam filsafat idealis seperti Phytagoras, Plato, dan Potinus.

The philosopher Plotinus was the founder of the school known as Neoplatonism.
Plotinos adalah seorang filsuf yang mendirikan Mazhab Neo-Platonisme.

This is because Wilber places thinkers like Sri Aurobindo, the Buddha, and Plotinus on equal terms with Freud, Jung and Piaget.
Hal ini karena Wilber tempat pemikir seperti Sri Aurobindo, Buddha, dan Plotinus pada istilah yang sama dengan Freud, Jung dan Piaget.

Specifically within Plotinus' work the Enneads and the Platonic Theology of Proclus.
Khususnya dalam Enneads karya Plotinos, dan dalam Teologi Plato karya Proklos.

These foundations are now uncertain, since the only evidence that suggests this is the fact that the teachings of Hypatia focused on the works of Plato, Aristotle, and Plotinus.
Dasar-dasar ini sekarang tidak pasti, karena satu-satunya bukti yang menunjukkan ini adalah fakta bahwa ajaran Hypatia berfokus pada karya-karya Plato, Aristoteles, dan Plotinus.

In the neo-platonism of Plotinus, for example, the individual is a microcosm("small world") of the universe the macrocosm or"great world.
Dalam ajaran neoplatonisme dari Plotinos, misalnya, setiap individu adalah mikrokosmos(" dunia kecil") dari alam semesta makrokosmos atau" dunia besar.

Porphyry makes note that the Enneads, before being compiled and arranged by himself, were merely the enormous collection of notes and essays which Plotinus used in his lectures and debates, rather than a formal book.
Porphyry membuat catatan bahwa Enneads sebelum disusun dan diatur oleh dirinya sendiri, iru hanyalah koleksi besar catatan dan esai yang Plotinus gunakan dalam kuliah dan debat dan bukanlah sebuah buku formal.

Educated in the school of Plato and Plotinus, she explained the principles of philosophy to her auditors, many of whom came from a distance to receive her instructions.
Sebagai penerus mazhab Plato dan Plotinos, ia menjelaskan asas-asas filsafat kepada para pendengarnya, dan banyak dari mereka yang datang dari jauh untuk belajar darinya.

His innermost circle included Porphyry, Gentilianus Amelius of Tuscany, the Senator Castricius Firmus, and Eustochius of Alexandria-- a doctor who devoted himself to learning from Plotinus and attended to him until his death.
Sejumlah siswanya tersebut seperti porphyry, amelius gentilianus of Tuscany, senator Castricius firmus, dan Eustochius dari Alexandria, seorang dokter yang mengabdikan dirinya untuk belajar dari plotinus dan menghadiri kepadanya sampai kematiannya.

Having succeeded to the school of Plato and Plotinus, she explained the principles of philosophy to her students, many of whom traveled far to receive her instructions.
Sebagai penerus mazhab Plato dan Plotinos, ia menjelaskan asas-asas filsafat kepada para pendengarnya, dan banyak dari mereka yang datang dari jauh untuk belajar darinya.

In both his philosophical and theological reasoning, Augustine was greatly influenced by Stoicism, Platonism and Neoplatonism, particularly by the work of Plotinus, author of the Enneads, probably through the mediation of Porphyry and Victorinus(as Pierre Hadot has argued).
Agustinus dalam argumen filsafat dan teologinya, banyak dipengaruhi oleh Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya plotinus, penulis Enneds, kemungkinan melalui perantaraan Profiri dan Victorius( seperti dalam argumen Pierre Hadot).

In the 3rd century AD, Plotinus added mystical elements, establishing Neoplatonism, in which the summit of existence was the One or the Good, the source of all things;
Pada abad ke-3 M, Plotinos menambahkan unsur-unsur mistik, membentuk Neoplatonisme, yang di dalamnya keberadaan tertinggi adalah Yang Maha Esa atau Yang Maha Baik, sumber segala sesuatu;

Neoplatonism is a modern term used to designate the period of Platonic philosophy that begins with Plotinus' work and ends with the closing of the Platonic Academy by Emperor Justinian in A.D. 529.
Neoplatonisme merupakan istilah moderen yang digunakan untuk mengidentifikasi aliran filsafat Platonisian Helenis akhir yang diawali oleh Plotinos, dan berakhir dengan ditutupnya Akademia secara permanen oleh Kaisar Romawi Timur, Justinianus pada tahun 529.

At one point Plotinus attempted to interest the Emperor Gallienus in rebuilding an abandoned settlement in Campania known as the City of Philosophers, where the inhabitants would live under the constitution set out in Plato's Laws.
Pada suatu saat Plotinus berusaha untuk mengajak Gallienus dalam membangun kembali pemukiman yang telah ditinggalkannya di Campina yang dikenal sebagai Kota Philosophers, di mana penduduknya hidup dibawah konstitusi yang telah ditetapkan dalam Plato Law's.

In both his philosophical and theological reasoning, he was greatly influenced by Stoicism, Platonism and Neoplatonism, particularly by the work of Plotinus, author of the Enneads, probably through the mediation of Porphyry and Victorinus(as Pierre Hadot has argued).
Dalam argumen filsafat dan teologinya, dia banyak dipengaruhi oleh Platonisme dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinus, penulis Enneads, kemungkinan melalui perantaraan Porfiri dan Victorinus( seperti dalam argumen Pierre Hadot).

Instead of placing Sri Aurobindo, the Buddha and Plotinus on a separate plane(say, a circle in the middle that converges all quadrants), Wilber himself becomes a victim of “postmodernist relativist” criticism with such taxonomic grouping.
Alih-alih menempatkan Sri Aurobindo, Buddha dan Plotinus pada pesawat yang terpisah( misalnya, lingkaran di tengah yang menyatu semua kuadran), Wilber dirinya menjadi korban â œpostmodernist relativistâ kritik dengan pengelompokan taksonomi tersebut.

In both his philosophical and theological reasoning, Augustine was greatly influenced by Stoicism, Platonism and Neoplatonism, particularly by the work of Plotinus, author of the Enneads, probably through the mediation of Porphyry and Victorinus(as PierreHadot has argued).
Dalam pemikiran filosofis maupun teologisnya, Agustinus banyak dipengaruhi oleh Stoikisme, Platonisme, dan Neoplatonisme, terutama oleh karya Plotinus( penulis Enneades), kemungkinan melalui perantaraan Porfirius dan Victorinus( sebagaimana didalilkan oleh Pierre Hadot).

According to Plotinus for example, Plato's metaphor of a craftsman should be seen only as a metaphor, and Plato should be understood as agreeing with Aristotle that the rational order in nature works through a form of causation unlike everyday causation.
Menurut Plotinus misalnya, metafora seorang pengrajin Plato harus dipandang hanya sebagai sebuah metafora, dan Plato harus dipahami menyetujui Aristoteles bahwa aturan rasional di alam bekerja melalui bentuk sebab-akibat tidak seperti sebab-akibat sehari-hari.

Al-Kindi was confused by the doctrines of Plato, Aristotle, and Plotinus concerning the soul, especially because he revised the parts translated from Plotinus' Enneads, a book which was wrongly ascribed to Aristotle.
Al-Kindi terkacaukan oleh ajaran Plato, Aristoteles, dan Plotinus tentang ruh; keterkacauan itu terutama dikarenakan ia merevisi bagian-bagian yang diterjemahkan dari Enneads-nya Plotinus, sebuah buku, yang secara salah, dianggap sebagai karya Aristoteles.

In the 3rd century AD, Plotinus added mystical elements, establishing Neoplatonism, in which the summit of existence was the One or the Good, the source of all things; in virtue and meditation the soul had the power to elevate itself to attain union with the One.
Pada abad ke-3 M, Plotinos menambahkan unsur-unsur mistik, membentuk Neoplatonisme, yang di dalamnya keberadaan tertinggi adalah Yang Maha Esa atau Yang Maha Baik, sumber segala sesuatu; dalam kebajikan dan meditasi, jiwa berkuasa mengangkat dirinya sendiri untuk mencapai kemanunggalan dengan Yang Maha Esa.

Plato and other philosophers such as Philo, Hesoid, Plotinus and Al Haitham argued that employing the optics of vision to gain knowledge of universal reality would lead to the emergence of the destructive properties of unformed matter within the physical atom.
Plato, Al Haitham, dan para filsuf lain seperti Philo, Plotinus dan Hesoid, telah memperingatkan bahwa dengan menggunakan indera, khususnya mata, sebagai sumber pengetahuan kosmik, sifat-sifat destruktif dari materi tak berbentuk akan muncul dari atom menuju destroycivilisation.

And Plotinus saw in the year about two hundred a great threat to Hellenic culture by this new sect, this new religion called Christianity, and he encouraged his brilliant pupil Parphare to study the Christian faith and to inveigh vigorously against it.
Pada waktu itu Plotinus melihat kira-kira ada dua ratus ancanam besar bagi kultur Hellenistik yang disebabkan oleh karena sekte baru ini, agama baru yang disebut dengan Kekristenan ini, dan ia mendorong muridnya yang brilian Parphare untuk mempelajari iman Kristen dan dengan tujuan untuk mencari kelemahan dan menghancurkannya.

Plato, Al Haitham, and other philosophers such as Philo, Plotinus and Hesoid, had warned that by using the senses, in particular the eye, as the source of cosmic knowledge, the destructive properties of unformed matter would emerge from the atom to destroycivilisation.
Plato, Al Haitham, dan para filsuf lain seperti Philo, Plotinus dan Hesoid, telah memperingatkan bahwa dengan menggunakan indera, khususnya mata, sebagai sumber pengetahuan kosmik, sifat-sifat destruktif dari materi tak berbentuk akan muncul dari atom menuju destroycivilisation.

Because happiness is beyond anything physical, Plotinus stresses the point that worldly fortune does not control true human happiness, and thus“… there exists no single human being that does not either potentially or effectively possess this thing we hold to constitute happiness.”.
Karena kebahagiaan itu melampaui bentuk fisik, Plotinus menekankan bahwa keberuntungan duniawi tidak mengendalikan kebahagiaan manusia yang sejati, dan dengan demikian tidak terdapat manusia tunggal yang yang tidak baik atau efektif berpotensi memiliki hal yang kita pegang untuk membentuk kebahagiaan.